Dewasa ini, perkembangan ilmu pengetahuan sangatlah berkembang
pesat. Sejalan dengan itu, semua pihak berharap kepada mahasiswa akademik untuk
meningkatkan kualitas keilmuanya. Dengan teknologi sebagai media untuk
memudahkan mengakses semua ilmu, hal ini tidaklah sulit. Namun, ada pula efek
negatifnya yaitu maraknya praktek plagiatisme yang sangat mengecewakan berbagai
pihak. Untuk meminimalkan hal ini maka hendaknya selain peningkatkan kualitas
keilmuan wajib dibarengi dengan kualitas pribadi yang baik dan berkarakter.
Selain itu kesadaran akan hakikat ilmu dan pengetahuan, bukan hanya mencari
gelar semata.
Pemerintah pun ikut berpartisipasi dalam peningkatan kualitas
pendidikan Indonesia. Surat edaran yang dikeluarkan oleh Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti)
tanggal 27, Januari 2012 yang di tanda tangani oleh Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi Djoko Santoso, menuai pro dan kontra dari kalangan civitas
akademika. Surat tersebut memuat tiga poin yang menjadi syarat lulus bagi
mahasiswa program S-1, S-2, dan S-3 untuk memublikasikan karya ilmiahnya yang
isinya berbunyi: 1. Untuk lulus program sarjana harus menghasilkan makalah yang
terbit pada jurnal ilmiah, 2. Untuk lulus program Magister harus telah
menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah nasional, diutamakan yang
terakreditasi Dikti, 3. Untuk lulusan program Doktor harus telah
menghasilkan makalah yang diterima untuk terbit pada jurnal internasional.
Menurut saya putusan tersebut terkesan gegabah dan saya tidak
menyetujuinya. Dikarenakan putusan tersebut sangat memberatkan khususnya bagi
S1, karna ilmu yang dipelajari hanya bersifat konseptual tidak seperti S2 dan
S3 yang sudah tidak asing dengan penelitian. Disamping itu terhambatnya
kelulusan akan menjadi hal yang paling ditakuti oleh mahasiswa. Apabila
mengajukan jurnal, untuk mengetahui diterima dan ditolaknya pun harus menunggu
berbulan-bulan. Ditambah akan ada faktor keberuntungan yang diharapkan oleh
mahasiswa akademik yang akan menimbulkan kesenanjangan sosial sesamanya. Persaingan
yang sangat ketat akan menimbulkan efek yang negatif pula. Apabila publikasi
jurnal di jadikan syarat mutlak terhadap kelulusan maka tidak mustahil kolusi, nepotisme
dan plagiatisme baru akan saling bermunculan. Hal ini bahkan bisa saja menjadi
bumerang bagi dunia dikti dan akademik kita sendiri.
Putusan Dirjen Dikti perlu diapresiasi dengan positif pula. Harapan
pemerintah untuk membudayakan menulis di Indonesia sangatlah baik sekali.
Karena apabila menulis maka aspek keterampilan berbahasa secara tidak langsung
harus dilakukan. Diantaranya membaca dan berdiskusi. Namun, alangkah lebih baik
apabila akan menulis jurnal karya ilmiah harus dengan kesadaran akan kecintaan
kepada ilmu pengetahuan bukan karena paksaan. Hal ini juga akan memperbaiki
kualitas dari jurnal dan apabila pemerintah bisa memberikan sosialisasi
mengenai pengetahuan dan karya ilmiah. Maka karya ilmiah yang kuantitas plus berkualitas
juga akan membanjiri jurnal di Indonesia. Dan apabila membentuk budaya harus
dengan bertahap tidak usah sekaligus.
DAFTAR RUJUKAN
Admin(2012).”Pro dan Kontra
Kebijakan Dikti” dalam link :
Muhamad Adam(2012).” Hitam Putih
Putusan Dikti” dalam link : http://aceh.tribunnews.com/2012/02/25/hitam-putih-keputusan-dikti [09-03-12]
Admin(2012). “Kewajiban Publikasi
Karya Ilmiah” dalam link : http://mjeducation.co/pro-kontra-kewajiban-publikasi-karya-ilmiah/ [09-03-12]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar